Wednesday, December 6, 2017

Ahok Masuk Deretan "Top 100 Global Thinkers" Foreign Policy




BeritaIntan , Setiap musim dingin tiba, majalah kenamaan Foreign Policy menurunkan deretan nama tokoh dunia dengan pemikiran yang berkaitan dengan sebuah isu khusus. Daftar tokoh itu dimasukkan dalam “Top 100 Global Thinkers.”

Dalam daftar tahun 2017 ini, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masuk dan menjadi satu-satunya tokoh Indonesia yang berada dalam daftar tersebut. "Ahok berani menghadapi fundamentalisme di Indonesia yang menggentarkan," begitulah kira-kira alasan FP memasukkan nama bekas Gubernur DKI Jakarta itu.

Bagaimana Foreign Policy merekam Ahok?

Benjamin Soloway mengawali ulasan tentang Ahok dengan memberi gambaran tentang Ahok yang merupakan minoritas ganda (turunan Tionghoa dan beragama Kristen Protestan) juga tajam dalam bertutur kata, menjadi pemimpin di negara yang mayoritas penduduknya Muslim.

Soloway menuturkan, latar belakang Ahok awalnya tak menjadi masalah. Namun, lanjutnya, ia berbenturan dengan kelompok-kelompok Islam garis keras yang menguat. Soloway sedikit keliru menyatakan itu terjadi pada 2017, sebab semua demonstrasi besar menentang Ahok terjadi pada 2016. Majalah ini kemudian mencatat bahwa Ahok tergelincir setelah ucapan keliru di masa kampanye, dicokok dengan pasal penodaan agama, kalah pilkada, lalu masuk penjara.

Ahok dikatakan mulai menarik perhatian publik saat menjadi wakil dari Joko Widodo. Majalah ini menyebut keduanya merupakan "dinamika komplimenter" atau saling melengkapi. Ahok yang ceplas ceplos dan punya kecermatan teknokratis dianggap mengimbangi sisi populisme inspirasional dari Jokowi.


 JUDI ONLINE TERPERCAYA



Ketika menjadi gubernur setelah Jokowi menjadi presiden, Ahok menggunakan jabatannya untuk memerangi korupsi, meluaskan akses publik terhadap kesehatan, mengeruk kanal-kanal, dan memperbaiki sistem transportasi. Tentu saja semuanya membuat Ahok meraih tingkat dukungan tinggi.

Namun, lanjut Soloway, gagasannya itu tak hanya mendatangkan dukungan tetapi sekaligus perlawanan terutama dari warga yang digusur untuk proyek pembangunan dan nelayan yang menolak reklamasi di Teluk Jakarta. Titik baliknya adalah ucapannya pada September 2016 .

Latar belakang Ahok mulai menjadi masalah. Isu minoritas dan diskriminasi pun mencuat. Demo besar-besaran dilakukan kelompok FPI dan lainnya menuntut Ahok untuk dihukum.

Foreign Policy mengutip perkataan Andreas Harsono dari Human Rights Watch yang menyampaikan, “pemenjaraan Ahok dianggap sebagai seruan nyaring bagi rakyat Indonesia. Ada masalah serius soal kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap kaum minoritas di Tanah Air.

Alasan Foreign Policy memilih Ahok yang saat ini ia sedang menjalani masa hukuman karena ia tetap berdiri di tengah "fundamentalisme yang menggentarkan" di Indonesia.

Ia disandingkan dengan sejumlah tokoh dunia dari beragam latar belakang. Misalnya Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dipilih karena berhasil menarik Eropa dari jurang populisme, produser film asal Afghanistan Roya Sadat yang membawa cerita perempuan Afghanistan ke layar lebar hingga Stephen Kevin Bannon, pebisnis yang pernah menjadi penasihat senior Presiden Donald Trump dan salah satu pencetus kebijakan “America First.”

Bagaimana Foreign Policy menentukan tokoh pada daftar Global Thinkers?

Dalam memilih tokoh pemikir top dunia itu harus memiliki kontribusi yang paling menonjol dari sang tokoh selama tahun sebelumnya dan kemampuan mereka dalam menerjemahkan gagasan ke dalam bentuk tindakan yang dapat mengubah atau membentuk dunia. Isu-isu yang diangkat oleh parah pemikir dunia ini yang kemudian menjadi tema utama Global Thinkers setiap tahunnya.

Misalnya pada 2017 ini, tema utamanya masih soal populisme, rudal Korea Utara, dan bencana kelaparan. Sedangkan pada 2016, tema utama yaitu soal populisme: Brexit mengguncang Inggris, Donald Trump menjadi presiden AS dan Rodrigo Duterte yang menjadi presiden Filipina.

Tokoh Indonesia Lain dalam Daftar Foreign Policy

Sebelum ada Top 100 The Leading Global Thinkers, pada 2005 ada yang namanya 2005 Prospect/FP Top 100 Public Intellectuals Poll hasil kerja sama majalah Foreign Policy dan Prospect. Pada 2008, ada Top 100 Public Intellectuals yang juga hasil kolaborasi dengan majalah Prospect.

Dalam daftar di atas, tercatat nama Anies Baswedan hadir mewakili Indonesia. Saat itu, ia tercatat sebagai rektor Universitas Paramadina Jakarta dan analis politik. Alasan utama Anies dipilih adalah karena ia memainkan peran utama dalam gerakan mahasiswa saat penggulingan Soeharto.

Saat memilih intelektual publik, tak ada tema khusus seperti saat ini. Pihak Foreign Policy menentukan kandidat intelektual kemudian dilakukan voting yang diikuti oleh 500.000 pemilih. Berdasarkan hasil voting, Anies Baswedan menempati urutan ke-60 sebagai tokoh intelektual dunia.

Nama Anies Baswedan saat disejajarkan dengan nama-nama top dunia seperti Paus Benediktus XVI (pemimpin agama), Al Gore (politisi/aktivis lingkungan, AS), ada juga Jurgen Habermas (filosof, Jerman),

Pada 2009 hingga 2012, penghargaan bagi para intelektual dan pemikir dunia ini dinamai “The FP Top 100 Global Thinkers.” Pada 2012, nama Sri Mulyani muncul di urutan 72 dalam daftar tersebut.

Saat itu, perempuan kelahiran Bandar Lampung tahun 1962 tersebut sedang menjabat sebagai direktur pelaksana Bank Dunia. Foreign Policy memilih Sri Mulyani karena ia dianggap sebagai sosok di balik keberhasilan Indonesia keluar dari krisis global 2008.

Ulasan FP menyebut gagasan Sri Mulyani yang tajam pada sektor ekonomi dengan memangkas pertumbuhan instrumen fiskal yang membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia mampu mendorong peningkatan investasi dan inovasi di dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun menginjak 6 persen, saat pertumbuhan sejumlah negara justru negatif.

Meski laporan Foreign Policy tak mencantumkan tema khusus terkait pemilihan isu dari tokoh global, pada 2012 seakan-akan menjadi tahun yang spesial bagi perempuan. Selain Sri Mulyani, di urutan pertama ditempati Aung Sang Suu Kyi, selain Hillary Clinton, Melinda Gates, Malala Yousafzai, serta Angela Merkel.

Ada pula Ahlem Belhadj dari Tunisia yang memperjuangkan gagasan agar perempuan memiliki suara di dunia Arab, serta Rima Dali yang berjuang dengan gagasan revolusi damai di Suriah dan lainnya.




Kembali ke tokoh Global Thinker Indonesia. Setelah Sri Mulyani, pada 2013, Joko Widodo yang saat itu menjadi Gubernur DKI Jakarta juga berada dalam daftar The Leading Global Thinkers of 2013, menempati urutan 39.


 JUDI POKER ONLINE



Majalah yang sudah ada sejak 1970 ini memilih Jokowi karena ia yang selalu tampil sederhana. Jokowi dianggap tak seperti politikus Indonesia umumnya yang memiliki banyak uang dan berasal dari dinasti politik. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di jalan dan blusukan. Proyek publik terbesarnya yaitu mengeruk sungai untuk mencegah banjir.

Saat itu, Foreign Policy memprediksi jika Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden pada 2014, ia akan sulit dikalahkan. Anda tahu, perkiraan majalah ini terbukti pada 2014, lalu Ahok menggantikannya sebagai gubernur, dan yang terjadi selanjutnya kurang-lebih seperti dipaparkan oleh Benjamin Soloway untuk Foreign Policy.


POKERINTAN.com Situs AGEN POKER dan AGEN DOMINO 99 online Terbaik & terpercaya di Indonesia. POKERINTAN.com memberikan pelayanan 24 jam Deposit & Withdraw cepat dan aman dengan minimal deposit hanya Rp.20.000. Kami hadir untuk para pencinta POKER ONLINE dan DOMINO ONLINE uang asli dengan bonus jackpot serta berbagai promo menarik. POKERINTAN.com menggunakan sistem enkripsi server yang tinggi sehingga menjamin keamanan data member. Mari segera bergabung bersama kami POKERINTAN.com agen Judi Poker online Indonesia Terbaik & Terpercaya. 

No comments:

Post a Comment